Home Ads

Senin, 22 Oktober 2018

bazar baju murah



Satu siang Oktober kemarin, di suatu warung makan, dalam satu peluang saya ke Kalibata City guna kepentingan peliputan, saya menculik dengar obrolan dua wanita dan dua laki-laki—mungkin umur mereka kepala tiga mengarah ke kepala empat. baju murah di metro

“Ya, gimana, dong? Emang jelek banget sih Pak Haji,” kata di antara perempuan, seraya tertawa. 

Dia melanjutkan ceritanya, bahwa dia membawa "Pak Haji" ke mal guna didandani. “Padahal ajudannya apik banget, lho. Bersih, gantenglah.”

“Ya, emang style-nya kali,” kata salah seorang pria.

“Harusnya dia (Pak Haji) dapat mengondisikan pakaiannya, kan. Ini pake sendal doang, bo. Ya kesudahannya gue ajak melakukan pembelian barang aja. Gue dandanin. Cukur. Terus beli sejumlah baju, sepatu. Puluhan juta loh abisnya." 

"Gue sempat nanya, 'Entar bila istri Pak Haji tahu, gimana?' Dia bilang, 'Ya enggak apa-apa, kan, saya emang belanja'.”

“Cakep, enggak?”

“Ya, enggak, sih,” si wanita tertawa. “Tapi, lumayanlah. Jadi agak rapian. Abis tersebut kita karaoke, dong.”

Perbincangan mereka berlanjut dan berganti-ganti topik—panjang sampai senja menguning. Pengunjung rumah santap makin ramai. Suara empat orang tadi mulai beradu dengan kebisingan dari meja lain. Dua wanita tadi kesudahannya pergi lebih dulu. Saya kehilangan jejak mereka.

Di Kalcit, di antara menara Kalcit yang jadi lokasi rumah santap ini memang di antara yang biasa jadi lokasi transaksi prostitusi. “Kalau ngomong-ngomong di warung-warung sini ya ngomong aja gitu. Beberapa emang penghuni, jadi udah pada saling kenal,” kata Jeni, nama samaran yang saya gunakan demi menghindari risiko pekerjaannya.

Keesokan harinya, ketika saya pulang ke warung itu, wanita yang bercerita mengenai "Pak Haji" terdapat lagi. Tapi, kali ini saya datang lebih dulu. Saya sempat bertanya untuk pelayan di meja kasir. Bertanya mengenai prostitusi di sana, namun ia membalas “mungkin” dan “tidak tahu” dengan tampang ketus sejumlah kali.


Baca juga:
Mengapa Praktik Prostitusi Subur di Kalibata City?

Informasi mengenai prostitusi di Kalcit lebih tidak sedikit dari mulut Jeni, wanita 25 tahun yang biasa menjajakan diri di perumahan rusun yang akrab dinamakan apartemen ini. Katanya, banyak sekali PSK yang ia tahu tak bermukim di sana. 

“Paling (tinggal) sekitaran sini, kalaupun yang di sini tersebut yang telah senior-senior,” tambahnya. “Yang emang disewain ‘laki’-nya. Mungkin terdapat yang punya sendiri, ya tidak cukup tau juga, sebab saya enggak kenal semua.”

Jeni tidak bermukim di sana. Ia melulu menyewa, lebih tidak jarang harian. Mekanismenya, pelanggan bakal memesan jasa Jeni lewat media sosial atau telepon, lantas ia menawarkan tarif, terjadi kesepakatan, baru pelanggan disuruh bertemu di kamar yang ia sewa. Sangat barangkali pelanggan tak tahu urusan ini sebab Jeni menyatakan penghuni Kalcit lewat promosi di media sosial.

Ia menampik membeberkan tarif untuk saya. “Enggak terlampau bedalah sama yang lain. Harga bersaing,” celetuknya. 

Dari penelitian kecil-kecilan di Twitter, harga per jam semua penyedia jasa ini dengan tagar Kalcit mulai dari Rp800 ribu hingga Rp1 juta. Angka tersebut makin besar tergantung durasi yang diharapkan pelanggan. Bisa Rp3–4 juta per 12 jam. Sementara harga sewa kamar per harian antara Rp350 ribu hingga Rp400 ribu. Jika ramai, Jeni dapat dapat tiga hingga empat pelanggan dalam sehari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FlatBook

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum rhoncus vehicula tortor, vel cursus elit. Donec nec nisl felis. Pellentesque ultrices sem sit amet eros interdum, id elementum nisi ermentum.Vestibulum rhoncus vehicula tortor, vel cursus elit. Donec nec nisl felis. Pellentesque ultrices sem sit amet eros interdum, id elementum nisi fermentum.




Comments

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *